1MA10.Vanessa Aurelia.T4
TUGAS INDIVIDU
PENDIDIKAN PANCASILA
Dosen: KURNIAWAN B. PRIANTO, S.KOM., S.H., MM

TUGAS
4
RESUME
MINGGU KE-13 SAMPAI MINGGU KE-15
Disusun
Oleh:
Nama : Vanessa Aurelia
NPM : 11822100
Kelas : 1MA10
ILMU
KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2022
RESUME:
BAB XIII: PANCASILA
DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Sebagai
dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu
kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag).
Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam
setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum di
Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan kaidah baik
moral maupun hukum di Indonesia.
A. SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA DALAM UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN AMANDEMEN

·
MPR:
Sebelum amandemen, Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR merupakan lembaga
tertinggi negara yang memiliki kekuasaan tak terbatas.
·
DPR:
Sebelum amandemen, Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR merupakan lembaga
perwakilan rakyat yang tidak bisa dibubarkan oleh presiden. Anggota DPR adalah
anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih oleh rakyat dan tidak bertanggung
jawab kepada presiden.
·
MA:
Kekuasaan kehakiman hanya dijalankan oleh Mahkamah Agung. MA bersifat mandiri
dan tidak boleh diengaruhi oleh kekuasaan lain.
·
BPK:
Badan Pemeriksa Keuangan berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan
negara.
·
DPA:
Dewan Pertimbangan Agung berfungsi memberikan masukan atau pertimbangan kepada
presiden.

·
MPR:
Setelah amandemen, kedudukan MPR menjadi setara dengan lembaga negara lainnya
di bawah UUD 1945. MPR berwenang untuk mengubah dan menetapkan UUD, melantik,
dan memberhentikan presiden dan wakil presiden sesuai Undang-Undang atau UU.
·
DPR:
Setelah amandemen, kedudukan DPR dalam sistem ketatanegaraan semakin diperkuat
karena DPR berwenang membuat UU.
·
Presiden
dan Wakil Presiden: Setelah amandemen, rakyat memiliki hak suara untuk memilih
presiden dan wakil presiden secara langsung melalui pemilu. Presiden dan Wakil
Presiden memegang kekuasaan pemerintah dan berwenang mengesahkan RUU menjadi
UU.
·
DPD:
Dewan Perwakilan Daerah adalah perwakilan daerah dalam sistem ketatanegaraan.
DPR berwenang mengajukan RUU kepada DPR terkait otonomi daerah.
·
BPK:
BPK memiliki tugas dan wewenang strategis mengenai sumber dan anggaran keuangan
negara. BPK melaporkan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPRD, dan DPD.
·
MA:
Setelah amandemen, MA membawahi badan peradilan dalam wilayah peradilan umum
peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.
·
MK:
Bersama MA, MK memegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menguji UU terhadap
UUD.
·
KY:
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan berhak mengusulkan
pengangkatan hakim agung.
B. REALISASI
HAK-HAK ASASI MANUSIA DALAM NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak
Asasi atau hak dasar adalah hak-hak yang pokok atau dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia sebagai pembawaan sejak ia lahir, yang sangat berkaitan dengan
martabat dan harkat manusia tersebut (Thaib, 1988). Hak adalah kekuasaan atau
wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu. Istilah hak asasi menunjukkan
bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut bersifat
mendasar. Tuntutan-tuntutan hak asasi merupakan kewajiban dasar yang harus
dipenuhi karena bersifat fundamental. Segala hak lain (hak yang bukan asasi)
atau hak derivative bisa dikatakan sebagai penjabaran dari hak-hak ini. Karena
hak asasi bersifat mendasar atau fundamental maka pemenuhannya bersifat
imperative, artinya hak-hak itu wajib dipenuhi karena hak-hak ini menunjukkan
nilai subjek hak, atau perintah yang harus dilaksanakan. Menurut Dudi (2009),
ada beberapa definisi tentang Hak Asasi Manusia. Pertama, Hak Asasi Manusia
adalah hak yang melekat pada diri manusia, tanpa hak-hak ini manusia tidak
dapat hidup layak sebagai manusia. Kedua, Hak Asasi Manusia adalah hak yang
dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya
atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, Hak Asasi Manusia
adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya
sebagai anugerah Tuhan. Keempat, Hak Asasi adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh Negara, hukum, pemeritahan, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia, seperti tertera dalam Pasal 1 ayat 1
UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut Martenson dalam Muladi
(2002), Hak Asasi Manusia mempunyai arti sebagai: those rights which are
inherent in our nature and without which we cannot live as human being. Dari pengertian
yang diberikan oleh Martenson dalam Muladi (2002), maka Hak Asasi Manusia ini
melekat secara alamiah pada diri kita sebagai manusia, yang berarti juga bahwa
keberadaan Hak Asasi Manusia ini lahir dengan sendirinya dalam diri setiap
manusia dan bukan karena keistimewaan yang diberikan oleh hukum atau
undang-undang (Kaligis, 2009). 204 HUMANIORA Vol.2 No.1 April 2011: 201-213 Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (walaupun berbeda penafsiran tentang umur janin),
menganggap bahwa janin yang masih baru beberapa minggu sudah dilindungi oleh
hukum, dalam pengertian bahwa janin tersebut sudah menjadi subjek Hak Asasi
Manusia (Kaligis, 2009). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah kekuasaan atau
wewenang moral yang dimiliki seseorang berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Kekuasaan atau wewenang tersebut bersifat moral karena kekuasaan atau wewenang
atas nilai-nilai tersebut menunjukan kebaikan atau martabat manusia sebagai
manusia. Orang yang beragama mengatakan bahwa hak-hak dasar yang melekat dan
dimiliki oleh setiap orang tersebut merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Karena hak asasi merupakan pemberian Tuhan, maka setiap manusia memilikinya
justru karena dia sebagai manusia, artinya hakhak tersebut menunjukkan harkat
dan martabat seseorang sebagai manusia. Manusia menjadi manusia karena ia
memiliki nilai-nilai yang menjadi kekhasannya sebagai manusia. Nilai-nilai itu
menunjukan kemuliaan manusia. Pelanggaran terhadap hak-hak ini disebut sebagai
tidakan yang tidak manusiawi karena nilai-nilai dasar kemanusiaannya tidak
dihargai. Berdasarkan pengertian Hak Asasi Manusia di atas, maka ada beberapa
ciri pokok Hak Asasi Manusia yaitu: (1) bahwa hak asasi itu tidak diberikan
atau diwariskan melainkan melekat pada martabat kita sebagai manusia; (2) bahwa
hak asasi itu berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin,
asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik; (3) bahwa hak asasi itu
tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak asasi manusia meskipun
sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi
bahkan
melanggar hak asasi manusia.
Sifat Hak Asasi Manusia
Berdasarkan
pengertian Hak Asasi Manusia seperti diuraikan diatas, ada beberapa sifat dasar
Hak
Asasi Manusia. Menurut Dudi (2009), sifat-sifat itu antara lain (1) individual:
Hak Asasi Manusia melekat erat pada kemanusiaan seseorang dan bukan kelompok;
(2) universal: Hak Asasi Manusia dimiliki oleh setiap orang lepas dari
suku,ras, agama, Negara, dan jenis kelamin yang dimiliki seseorang; (3)
supralegal: Hak Asasi Manusia tidak tergantung pada Negara, pemerintah, atau
undangundang yang mengatur hak-hak ini; (4) kodrati: Hak Asasi Manusia
bersumber dari kodrat manusia; (5) kesamaan derajat: kesamaan sebagai ciptaan
Tuhan maka harkat dan martabat manusia pun sama.
Lokalitas dan Universalitas Hak
Asasi Manusia
Ada
perdebatan sekitar universalitas dan lokalitas Hak Asasi Manusia. Pertanyaan
pokoknya adalah apakah Hak Asasi Manusia itu bersifat Universal atau Lokal atau
Partikul;ar saja. Hak Asasi Manusia sebetulnya berciri universal sekaligus
local. Universal dalam pengertian bahwa Hak Asasi Manusia itu melekat pada
harkat dan martabat setiap manusia. Jadi setiap manusia harus diakui hakhaknya.
Ini merupakan prinsip universal. Setiap manusia harus diakui dan dihormati
hak-hak dasarnya sebagai manusia melalui produk hukum atau undang-undang. Namun
perumusan atau penentuan hakhak mana yang termasuk dalam Hak Asasi Manusia
tidak bisa dilepaskan dari pengalaman sosiokultural suatu masyarakat atau
Negara, dengan kata lain perumusan isi Hak Asasi Manusia dan pelaksanaannya
sering tidak bisa dilepaskan dari kondisi social, budaya, politik, atau
pengalaman Negara yang bersangkutan.
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pengakuan
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pengakuan
Hak Asasi Manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 yang sebenarnya telah lebih dahulu ada dibandingkan
dengan
Deklarasi
PBB (Universal Declaration of Human Rights) tanggal 10 Desember 1948. Pengakuan
hak Hak Asasi Manusia di Indonesia tampak pada:
Dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pada
alinea pertama dinyatakan: “...Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa...”,
alinea ini menunjukkan pengakuan hak asasi manusia berupa hak kebebasan atau
kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan atau penindasan. Pada alinea kedua
dinyatakan: ”...mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alinea ini menunjukkan adanya pengakuan atas hak asasi di bidang politik berupa
kedaulatan dan ekonomi. Pada alinea ketiga dinyatakan: “Atas berkat rahmat
Alloh yang maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas...”. Alinea ini menunjukkan adanya pengakuan
bahwa kemerdekaan itu berkat anugerah Tuhan Yang Maha kuasa. Pada alinea
keempat dinyatakan “... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia..”. Alinea ini menunjukkan
pengakuan akan hak-hak asasi manusia. Dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945 Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini menegaskan tentang Hak
Asasi Manusia dalam bidang politik, ekonomi, social, dan budaya. Pasal-pasal
tersebut adalah:
Pasal 27
(1)
Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2)
Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
(3)
Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
Pasal 28A
Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
(2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan
budaya,
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2)
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 208 HUMANIORA Vol.2
No.1 April 2011: 201-213
Pasal 28D
(1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2)
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3)
Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4)
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal diwilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap sesuai dengan hati nuraninya.
(3)
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
Pasal 28F
Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1)
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2)
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat
martabat
manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain.
Pasal 28H
(1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2)
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3)
Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4)
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.
(2)
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan
berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan bersifat diskriminatif itu.
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan jaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggungjawab Negara, terutama pemerintah.
(5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip Negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan dan
Penegakkan ….. (Besar) 209
Pasal 28J
(1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia dalam tertib kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa,
dan bernegara.
(2)
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia
Kurang
lebih ada 7 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berhasil ditetapkan dalam
bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dijalankan oleh
Presiden. Walaupun dirasa dalam GBHN dari tahun 1973 sampai GBHN 1988 dirasa
belun menyentuh hukum dan hak asasi manusia secara mendalam namun unsur-unsur
pelaksanaan dan perlindungan hak asasi manusia sudah ada dalam tujuan
pembangunan nasional yakni: “Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila
di dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan
bersatu dalam suasana perikehidupan Bangsa yang aman, tenteram, tertib dan
dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib dan damai” (Komisi Hukum Nasional, 2005).
Ketetapan
MPR 1998 menugaskan pada pemerintah agar disusunnya undang-undang tentang hak
asasi manusia. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut maka dibentuklah
undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia
yang terkandung dalam keketatapan MPR tersebut antara lain: hak untuk hidup,
hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak atas
kebebasan informasi, hak keamanan, hak kesejahteraan, hak perlindungan dan
pemajuan.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang
yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah UndangUndang Nomor
39 tahun 1999. Dalam pasal 12 UU nomor 39 tahun 1999 disebutkan bahwa: Setiap orang
berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh
pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia,
bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Secara umum tentang Hak
Asasi Manusia yang ditetapkan pada Undang-undang ini adalah: hak untuk hidup;
hak untuk berkeluarga; hak untuk mengembangkan diri; hak untuk memperoleh keadilan;
hak atas kebebasan pribadi; hak atas rasa aman; hak atas kesejahteraan; hak
turut serta dalam pemerintahan; hak wanita; hak anak, orang tua dan usia
lanjut.
Penegakkan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Pelaksanaan
Hak Asasi Manusia di Indonesia dianggap kurang terlaksana dengan baik.
Kasuskasus yang terjadi di Indonesia seperti penanganan Aceh, Timor Timur,
Maluku, Poso, Papua, Semanggi dan Tanjung Priok dianggap sebagai pelaksanaan
perlindungan Hak Asasi Manusia yang belum berjalan. Dalam rangka memberikan
jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan menangani masalah-masalah
yang berkaitan dengan penegakkan Hak Asasi Manusia, pemerintah telah melakukan
langkah-langkah antara lain: (1) pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) berdasarkan Keputusan Presiden nomor 5 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni
1993, yang kemudian dikukuhkan lagi melalui undang-undang nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia; (2) 210 HUMANIORA Vol.2 No.1 April 2011: 201-213 penetapan
Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; (3) pembentukan
Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dengan Keputusan Presiden, untuk memeriksa dan
memutuskan perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya
UndangUndang nomor 26 tahun 2000; (4) pembentukan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliaasi sebagai alternative penyelesaian pelanggaran Ham diluar
Pengadilan HAM sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-Undang tentang HAM; (5)
meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia. Sementara
itu, konvensi yang telah diratifikasi berkaitan dengan penegakkan Hak Asasi Manusia
di Indonesia adalah: (1) Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (diratifikasi
dengan Undang-Undang nomor 59 tahun 1958); (2) Konvensi tentang Hak Politik
Kaum Perempuan (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 68 tahun 1958); (3) Konvensi
tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (diratifikasi
dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1984); (4) Konvensi tentang Hak Anak (
diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 1990); (5) Konvensi tentang
Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan senjata biologis dan beracun
serta Pemusnahannya (diratifikasi dengan Keppres nomor 58 tahun 1991); (6)
Konvensi Internasional terhadap Apartheid dalam Olahraga (diratifikasi dengan
Undang-Undang nomor 48 tahun 1993); (7) Konvensi menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan
martabat manusia (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1998); (8)
Konvensi Organisasi Buruh Internasional nomor 87 tahun 1998 tentang kebebasan berserikat
dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi dengan Undang-Undang
nomor 83 tahun 1998); (9) Konvensi tentang Penghapusan semua bentuk
Diskriminasi Rasial (diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 29 tahun 1999);
(10) Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
(diratifikasi dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
kekerasan dalam rumah Tangga).
Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak
Asasi Manusia
Upaya
pendekatan keamanan dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas
keamanan yang sangat stabil namun dianggap banyak sekali menimbulkan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia, hal ini tidak boleh terulang kembali, untuk itu
supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis
harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Perlunya lebih memberikan Desentralisasi melalui
otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Perubahan paradigm dari penguasa yang menguasai dan
ingin dilayani menjadi penguasa yang menjadi pelayan masyarakat dengan cara
mengadakan perubahan bidang struktural, dan kultural dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran
hak asasi manusia. Perlakuan yang sama terhadap kaum perempuan untuk menikmati
dan mendapatkan hak yang sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
sipil, dan bidang lainnya, mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah
diratifikasi dalam
Undang
undang No.7 Tahun 1984. Supremasi hukum harus ditegakkan, sistem peradilan
harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi
kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik
dan adil kepada masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan kepada
semua orang menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka
menegakkan hukum. Perlunya social control dan lembaga politik terhadap dalam
upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
Hambatan-hambatan dalam Upaya
Penegakkan Hak Asasi Manusia
Hambatan
dalam upaya penegakkan Hak Asasi Manusia yang antara lain adalah: (1) kondisi poleksosbud
hankam; (2) faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara
maksimal Pelaksanaan dan Penegakkan ….. (Besar) 211 dan benar; (3) faktor
kebijakan pemerintah; (4) faktor perangkat perundangan; (5) faktor aparat dan penindakannya.
Dalam kondisi poleksosbudhankam, kondisi perpolitikan di Indonesia yang masih
belum menuju ke arah demokratis yang sebenarnya mempunyai andil yang besar
terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia. Perekonomian yang belum mendukung
dan belum sampai pada tingkat masyarakat yang sejahtera, pengangguran dari yang
terdidik sampai pengangguran yang tidak terdidik, perbedaan peta berfikir yang
ekstrim yang berdasarkan pada suku, agama, ras dan antar golongan, serta faktor
keamanan dianggap sebagai pemicu atau penyebab terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia atau sebagai penghambat utama upaya penegakkan hak asasi manusia. Dalam
faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara maksimal dan secara
benar, komunikasi dan informasi yang akurat sangat penting, untuk mengambil dan
menghasilkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan hak-hak warga
negara termasuk hak asasi manusia. Sementara itu, dalam faktor kebijakan
pemerintah, tidak semua penguasa mempunyai kebijakan yang sama tentang
pentingnya hak asasi manusia. Sering kali mereka lupa atau bahkan tidak menghiraukan
masalah tentang hak-hak masyarakatdalam menentukan kebijakan. Dalam faktor
perangkat perundangan, peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia
di indonesia sudah banyak, namun dirasa masih belum cukup, termasuk yang
tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan amandemen. Sebagai contoh
adalah masalah interpretasi antara pasal 28 J dengan pasal 28 I tentang hak
hidup yang tidak boleh dikurangi. Dalam faktor aparat dan penindakannya (law
enforcement), masih banyaknya permasalahan pada birokrasi pemerintahan Indonesia,
tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum
layak, aparat penegak hukum yang mengabaikan prosedur kerja sering membuka
peluang terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia harus
berdampingan dengan Kewajiban Asasi Manusia
Hak
Asasi Manusia harus senantiasa berdampingan dengan Kewajiban Asasi Manusia, keduanya
seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Kewajiban Asasi manusia adalah
kewajibankewajiban dasar yang pokok yang harus dijalankan oleh manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, seperti kewajiban untuk tunduk pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, kewajiban untuk membangun dan mengembangkan
kehidupan, kewajiban untuk saling membantu, kewajiban untuk hidup rukun,
kewajiban untuk bekerja sehubungan dengan kelangsungan hidupnya (Kartasapoetra,
1978). Dalam pasal 28 J disebutkan: Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (ayat
1). Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (ayat
2). Dari pasal 28 J tersebut jelas bahwa disamping hak asasi manusia, juga
setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, yang mengandung arti bahwa
setiap orang wajib memenuhi kewajiban asasinya. Karena setiap hak asasi melekat
kewajiban asasi.
Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
Hak
Asasi Manusia dan Demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi yang
memperjuangkan
hak
atas kebebasan menyatakan pendapat, berserikat dan berpartisipasi aktif dalam
menentukan
penyelenggaraan
Negara merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia juga. Salah satu ciri pokok
Negara
yang menghormati Hak Asasi Manusia adalah Negara yang demokratis. Sebaliknya
sebuah 212 HUMANIORA Vol.2 No.1 April 2011: 201-213 Negara yang demokratis
adalah Negara yang menghormati Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan supremasi hukum
dan demokrasi, pendekatan hukum dan dialogis harus dikedepankan dalam rangka melibatkan
partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju
masyarakat yang demokratis (Muqoddas, Luthan & Miftahudin, 1992).
C. REFORMASI
HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
Definisi
Hukum Tata Negara
Tidak
terdapat rumusan yang sama mengenai definisi hukum tata negara sebagai hukum
dan cabang ilmu pengetahuan hukum di antara para ahli hukum. Perbedaan ini bisa
disebabkan perbedaan perspektif para ahli dan perbedaan sistem hukum yang
dianut oleh oleh negara yang dijadikan objek penelitian. Dikutip dari buku
'Dasar-dasar Hukum Tata Negara' karya A Sakti Ramdhon Syah,
hukum tata negara adalah kajian ilmu hukum yang memiliki lapangan kajian yang
luas, dan dinamis. Sehingga, sulit untuk menemukan suatu unifikasi terhadap
definisi hukum tata negara. Namun, berdasarkan para ahli, definisi hukum tata
negara menurut Cornelis van Vollenhoven sebagai berikut:
Hukum
tata negara adalah hukum yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan
bawahan menurut tingkatannya, dan menentukan organ-organ/lembaga-lembaga dalam
masyarakat hukum bersangkutan, dan menentukan susunan dan wewenang organ-organ
atau lembaga-lembaga yang dimaksud. Sedangkan menurut Paul Scholten,
"Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tata organisasi Negara.
Kemudian, dari Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, "Hukum tata negara
dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi
negara daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis
vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak asasinya.
Tujuan Hukum Tata Negara
Tujuan
hukum tata negara yang disimpulkan beberapa definisi di atas, bahwa hukum tata
negara mengkaji beberapa aspek krusial, yakni negara/organ negara, hubungan
antara organ/lembaga negara, dan hubungan antar organ/lembaga negara dengan
warganya. Sementara itu, Usep Ranawijaya mengatakan bahwa hukum tata negara
mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan, seperti di bawah ini:
-
Struktur umum dari organisasi negara
-
Badan-badan ketatanegaraan
- Pengaturan
kehidupan politik rakyat
-
Sejarah perkembangan ketatanegaraan
RESUME:
BAB XIV: PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pengertian
Paradigma Secara Umum
Arti
Paradigma Secara umum, arti paradigma adalah suatu cara pandang seorang
individu terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya dimana hal tersebut akan
mempengaruhi cara berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku
(konatif). Pendapat lain menyebutkan pengertian paradigma adalah seperangkat
keyakinan, asumsi, ide, teori, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam
memandang realitas pada suatu komunitas yang sama, khususnya dalam disiplin
ilmu. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa istilah
paradigma
umumnya merujuk pada pola berpikir atau cara penyelesaian masalah yang
dilakukan manusia. Istilah “paradigma” diadaptasi bahasa Inggris “paradigm”
yang merupakan serapan dari bahasa Latin “paradigma” yang artinya suatu model
atau pola. Dan dalam bahasa Yunani disebut “paradeigma” (para+deiknunai) yang
artinya membandingkan, bersebelahan (para), dan memperlihatkan (deik).
Pengertian Paradigma Menurut Para
Ahli
Agar
lebih memahami apa itu pardigma, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa
ahli berikut ini:
1.
Thomas
Kuhn
Thomas
Kuhn adalah orang yang pertamakali memperkenalkan istilah “paradigma” dalam
bukunya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution“. Menurut Thomas
Kuhn, arti paradigm adalah suatu landasan berpikir, konsep dasar, atau landasan
berpikir yang digunakan/ dianut sebagai model atau konsep dasar para ilmuan
dalam melakukan studinya. Dalam bukunya tersebut, Kuhn menyebutkan bahwa
paradigma merupakan termonologi kunci yang digunakan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
2.
Robert
Friedrichs
Robert
Friedrichs merupakan orang yang pertamakali mendefinisikan paradigma secara
jelas dan gamblang. Menurut Robert Friedrichs, pengertian paradigma adalah
sekumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak
pandangannya dan membentuk citra subjektif seseorang terhadap realita sehingga
dapat menentukan cara menangani realita tersebut.
3.
C.
J. Ritzer
Menurut
C. J. Ritzer, pengertian paradigma adalah suatu pandangan mendasar para ilmuan
mengenai hal-hal yang menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari
oleh cabang ilmu pengetahuan tertentu.
4.
Robert
Cohenn
Menurut
Robert Cohenn, arti paradigma adalah suatu acuan atau dasar pikiran yang
sifatnya filosofis dalam pelaksanaan suatu motif atau tujuan.
5.
Egon
G. Guba
Menurut
Guba, arti paradigma adalah sekumpulan keyakinan dasar yang membimbing tindakan
manusia dalam kehidupannya.
Contoh Paradigma
Mengacu
pada definisinya, berikut ini adalah beberapa contoh paradigma:
1.
Paradigma
Rekonstrukti Teori
Pada
paradigma ini, suatu teori atau metode yang telah ada digunakan kembali dalam
penelitian baru namun metode lama tersebut harus relevan agar terjadi
kesinambungan yang jelas.
2.
Paradigma
Piramida
Pada
paradigma ini, suatu konsep atau metode dilakukan secara bertahap seperti
halnya berbagai macam piramida, mulai dari piramida terbalik, ganda, hingga
berlapis.
3.
Paradigma
Kualitatif
Paradigma
ini sering digunakan dalam studi para mahasiswa, baik dalam tugas maupun
skripsi dengan metode kualitatif. Paradigma ini dipakai untuk menemukan gambaran
teori sosial melalui teori induktif.
4.
Paradigma
Siklus Empiris
Paradigma
ini merupakan suatu metode atau konsep yang dapat menjelaskan fenomena ilmiah
dimana wujudnya adalah sebuah siklus.
5.
Paradigma
Deduksi-Induksi
Pada
paradigma ini berfokus pada metode kualitatif untuk deduksi, sementara metode
kuantitatif untuk induksi, dimana tahapannya melalui pengumpulan data hingga
pembuatan kesimpulan.
Macam-Macam Paradigma
1.
Paradigma
Politik; yaitu pandangan mendasar dan umum yang menuntun seseorang dalam berpikir
dan bertindak di bidang politik.
2.
Paradigma
Ekonomi; yaitu pandangan mendasar masyarakat tentang ekonomi dan hal-hal yang berkaitan
dengannya yang dapat mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertindak.
3.
Paradigma
Sosial dan Budaya; yaitu pandangan dasar yang bersifat filosofi yang
mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari.
4.
Paradigma
Hukum; yaitu pandangan dasar masyarakat terhadap hukum yang berlaku sehingga mengarahkan
masyarakat dalam berpikir dan bertindak sesuai hukum.
5.
Paradigma
Bidang Kehidupan Antar Agama; yaitu pandangan dasar dan umum yang mengarahkan masarakat
dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan ajaran agamanya dan saling
menghargai antar agama lain.
B. Pengertian
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Politik,Ekonomi,Sosial,Budaya,Hukum,Kehidupan
antar Umat Beragama,dan IPTEK Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
mencapai masyarakat adil yang berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam
pembukaan UUD 1945 disebutan bahwa tujuan negara adalah “ melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”. Tujuna pertama
merupakan manifestasi dari negara hokum formal, sedangkan tujuan kedua dan
ketiga merupakan manifestasi dari pengertian negara hukum material, yang secara
keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus. Sementara tujuan yang terakhir
adalah perwujudan dari kesadaran suatu bangsa yang hidup di tengah-tengah
pergaulan masyarakat internasional. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
sila pancasila dikembangkan atas dasar ontomologis manusia, baik sebagai
makhluk individu atau social. Nilai-nilai Pancasila harus dikembalikan kepada kondisi
objektif masyarakat Indonesia. Maka dari itu,pancasila harus menjadi paradigm
perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam pembanguan nasionalnya.
Berdasarkan
pemikiran diatas,maka pembangunan nasional sebagai sarana untuk mewujudkan
tujuan nasional harus dikembalikan pada hakitkat manusia yang monopluralis yang
memiliki cirri-ciri yaitu :
(1)
terdiri dari jiwa dan raga,
(2)sebagai
makhluk individual dan social,
(3)
sebagai pribadi dan makhluk Allah.
Sebagai
konsekuensi pemikiran diatas, maka pembangunan nasional harus meliputi aspek
jiwa seperti akal, kehendak ;raga (jasmani);pribadi;social; dan ketuhanan yang
terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila. Dengan demikina pancasila dapat
dijadikan tolak ukur atau paradigm pembanguna nasional diberbagai bidang.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Bidang Politik Dan Hukum
Pembangunan
politik memilki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan public
tidak dapat dipisahkan darinya. Hal ini juga banyak menimbulkan kekecewaan
masyarakat, antara lain :
(1)
Kebijakan hanya dibangun atas dasar kebijakan politik tertentu;
(2)
Kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian;
(3)
Pemerintah dan elite politik kurang berpihak pada masyarakat;
(4)
Adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.
Persoalan
mengenai kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik menjadi prioritas pembangunan
bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek
negara dan karena pembangunan politik harus dapat meningkatkan hrakat dan
martabat manusia. Namun cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan
dari para elite politik sebagai pemegang kebijakan politik.
Pembangunan
politik semakin tidak jelas arahnya ketika terjadi banyak penyelewengan dan
tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Apabila dianalisis, kegagalan tersebut dapat
dijabarkan yaitu :
·
Tidak
jelasnya paradigma pembangunan politik dan hokum karena tidak adanya blue print
·
Penggunaan
Pancasila sebagai paradigm pembangunan masih bersifat parsial
·
Kurang
berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum
Prinsip-prinsip
yang kurang sesuai dengan nilai-nilai panasila telah membawa implikasi yang
luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang hokum
yang didasari pada nilai-nilai moral baru sebatas pada tataran filosofis dan
konseptual. Hokum nasional yang dikembangkan secara realistis jarang dapat
terwujud karena setiap upaya penegakan hokum dipengaruhi oleh keputusan
politik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembangunan dibidang politik
telah mengalami kegagalan.
Pancasila Sebagai Paradigama
Pembangunan Ekonomi
Hampir
semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas
kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam
praktiknya, mereka tidak mampu meyakinkan permerintah tentang konsep dan konsep
yang sesuai dengan kondisi Indonesia. bahkan tidak sedikit pakar ekonomi
Indonesia yang mengikuti pendapat pakar barat tentang pembangunan ekonomi
Indonesia. Pandangan tentang merkantilisme melahirkan system ekonomi kapitalis
pada akhir abad 18.
Sedangkan
pada abad 19 di Eropa lahir pemikiran baru sebagai reaksi dari system ekonomi
kapitalis yang dikenla dengan system ekonomi sosialis yang juga memperjuangkan
nasib kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis. System pertama
mengutamakan individu, system kedua mengutamakan kepentingan orang banyak. Manakah
yang lebih penting? Apabila dikaji secara kritis, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada suatu sistempun yang paling sempurna. Oleh karena itu menjadi sangat
penting dan mendesak untuk mengembangkan system ekonomi yang mendasarkan ada
system moralitas dan humanistic sehingga lahirlah system ekonomi yang
berperikemanusiaan. System ini mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan
rakyat secara luas. Pembangunan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja,
melainkan untuk tujuan kemanusiaan yaitu terciptanya kesejahteraan seluruh
bangsa. Pemikiran ini melahirkan system ekonomi Indonesia yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli, dan bentuk lainnya yang
dapat menimbulkan penindasan, penderitaan dan kesengsaraan rakyat kecil. Sesuai
dengan paraddigma pancasila,pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan kepada
tiga bentuk badan usaha yaitu :
Koperasi
sebagai soko guru ekonomi indonesia merupakan badan usaha nonprofit yang
berpihak pada kepentingan rakyat kecil. BUMN atau BUMD sebagai badan usaha yang
berwenang mengelola sector-sektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang
banyak.
Badan
Usaha Swasta sebagai badan usaha profit millik perseroan atau kelompok yang
mengelola sector ekonomi yang belum mampu ditangani oleh koperasi dan atau
BUMN/BUMD. Apabila ketiga lembaga ini mampu melaksanakan tugasnya, maka bangsa
Indoensia masih memilki harapan bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan
dan tingkat stabilitas yang mantap. Namun kenyataannya ketiga pengelola ekonomi
ini tidak berkembang.
Pancasila sebagai Paradigma
Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan
sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu
terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, tentram, aman, dan damai.
Pemikiran tersebut bukan berarti bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh
budaya asing. Artinya, pengaruh budaya asing harus diterima apabila diperlukan
dalam membangun masyarakat Indonesia yang modern. Namun, perlu diingat bahwa
masyarakat modern bukan berarti masyarakat yang berbudaya Barat (westernisasi) melainkan
masyarakat yang tetap berpijak pada akar budayanya. Berdasarkan pemikiran di
atas, maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan satu-satunya paradima
pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristlisasi nilai-nilai
kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa
penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya bukan
satu-satunya jaminan mencapai keberhasilan optimal. Argumen di atas dapat
dilihat dari keberhasilan masa Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan pada
umumnya, bidang sosial budaya pada khususnya. Sekilas kita dapat menyaksikan
masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Namun sebenarnya pemerintah Orde Baru
menanam bom yang siap meledak, serta menghancurkan masyarakat Indsonesia. Kegagalan
pembangunan bidang sosial budaya hampir serupa dengan kegagalan pembangunan
bidang politik. Orde Baru yang belum berhasil mewujudkan cita-citanya berganti
dengan masa reformasi. Akan tetapi, nyatanya perjuangan masa reformasi sering
dimanfaatkan oleh kepentingan politik tertentu, sehingga masa reformasi yang
diharapkan dapat memperbaiki bidang sosial budayapun belum dapat mencapai
cita-citanya. Pertikaian antar kelompok yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia
merupakan bukti kegagalan dalam membangun sistem sosial budaya yang sesuai dengan
nilai-nilai kebenaran, serta harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu,
nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan kembali agar dapat menjadi
dasar pembangunan bidang sosial budaya. Menurut Koentowijoyo, Pancasila sebagai
paradigma mempunyai ciri khas, seperti:
Universal
karena mampu melepas simbol-simbol dari keterkaitan struktur. Transedental
karena mampu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual. Atas
dasar argumen di atas semua masyarakat dapat berpartisipasi secara rasional,
proporsional dan realistis dalam membangun tatanan sosial budaya. Akhirnya
dalam rangka mewujudkan tatanan kehidupan yang demokratis, aman, tentram,
damai, adil, dan makmur menuntut partisipasi dari
seluruh
komponen bangsa yang dilaksanakan atas nilai-nilai kebenaran.
Pancasila sebagai Paradigma
Pembangunan Ipteks
Pengembangan
dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) merupakan salah
satu persyaratan menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan
modern. Namun demikian, pengembangan ipteks bukan semata-mata untuk mengejar
kemajuan material, melainkan harus memperhatikan aspek spiritual. Artinya,
pengembangan ipteks diarahkan untuk mencapai kebahagian lahr dan batin. Dengan
kemampuan akalnya, manusia dapat mengembangkan kreativitasnya guna menguasai ipteks
sehingga mampu mengelola kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan. Namun, di
sisi lain, teknologi dapat sangat berbahaya apabila salah penggunaannya,
seperti halnya teknologi nuklir yang dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia.
Atas
dasar kenyataan di atas, maka perkembangan ipteks harus memperhatikan aspek
nilai. Sebagai bangsa yang telah memiliki pandangan hidup Pancasila, maka tidak
berlebihan apabila pengembangan ipteks didasarkan atas paradigma Pancasila.
Oleh karena itu, pengembangan ipteks harus didasarkan pada nilai-nilai moral
yang tekandung dalam sila-sila Pancasila.
Pertama,
sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ipteks dalam perimbangan
rasional, irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Kedua,
sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan dasar-dasar moralitas bahwa mengembangkan
ipteks harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ketiga,
sila Persatuan Indonesia mengkomplementasikan sifat universal dan
internasionalisme
(kemanusiaan)
dalam kaitan dengan sila-sila yang lain.
Keempat,
sila Kerakyatan yang dipempin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
merupak landasan bahwa pengembangan ipteks harus dilakukan secara demokratis.
Kelima,
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi landasan bahwa
pengembangan ipteks harus dapat mendatangkan keadilan bagi kehidupan manusia.
Dari
pemikiran tersebut, maka pengembangan ipteks yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila
diharapkan
dapat membawa perbaikan kualitas kehidupan mausia.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pengembangan Kehidupan Beragama
Setiap
orang bebas memilih dan memeluk agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Kita semua sependapat bahwa semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang paling luhur bagi umat manusia,
baik dalam hubungan secara vertikal maupun horizontal. Tujuan pengembangan
kehidupan beragama adalah terciptanya kehidupan sosial yang aman dan tentram,
serta saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Pengembangan kehidupan
beragama harus di laksanakan atas dasar paradigma yang jelas dan dapat diterima
oleh semua penganut agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dan pancasila menjadi paradigma pengembangan kehidupan beragama. Dengan
paradigma pancasila, kiranya cukup jelas langkah-langkah dan strategi apa yang
harus di lakukan guna membangun kehidupan beragama yang paling menguntungkan
bagi seluruh masyarakat.
RESUME:
BAB XV: PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA
A.
PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI
PARADIGMA REFORMASI
Pada saat gerakan reformasi terjadi
pada Indonesia, banyak politik yang menjalakan tugasnya secara menyimpang dan
tidak bertanggung jawab dengan menggunakan hasil masyarakat Indonesia atau dengan
kata lain melakukan tindakan korupsi (KKN). Indonesia berusaha dan ingin
mengadakan suatu gerakan perubahan, yakni dengan menghayati, meyakini, dan
mengamalkan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara agar terwujudnya masyarakat
yang adil, makmur, dan sejahtera, masyarakat bermartabat kemanusiaan dan cinta
tanah air yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis
bermoral religius dan beradab. Kenyataan yang terjadi, gerakan reformasi
dimanfaatkan oleh para elit politik demi memperoleh kekuasaannya, sehingga
tidak mengherankan bila banyak terjadi perbenturan kepentingan pribadi politik
tersebut. Gerakan reformasi ini membuat bangsa Indonesia, semakin sengsara dan
berdampak pada social, politik, ekonomi terutama kemanusiaan. Berbagai gerakan
muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang banyak menelan korban jiwa
penerus bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan
perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan. Kondisi ekonomi semakin
menyedihkan, banyak perusahaan atau perbankan mengalami kebangkrutan yang tidak
lain akan menyebabkan PHK dan pengangguran secara besar-besaran terjadi. Rakyat
benar-benar merintih dan menjerit yang kehidupan kesehariannya sangat
memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Namun dalam hal ini kalangan elit politik serta pelaku politik seakan menutup
kedua telinga mereka tanpa mempedulikan kesengsaraan mereka. Namun bangsa
Indonesia masih memiliki sebuah keyakinan akan nilai-nilai yang berakar dari pandangan
hidup bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah
menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah
nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara
Indonesia. Reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan
nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah
mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah yang sumber nilai yang merupakan
sebuah panggung kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan
demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun masa orde baru.
Menurut landasan historisnya, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental
dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang mempunyai nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan serta ada secara objektif dan
melekat pada bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka
dalam kehidupan politik yang sedang melakukan reformasi bukan berarti akan
mengubah cita-cita, dasar nilai, serta pandangan hidup bangsa melainkan menata
kembali dalam suatu platform yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai segala bidang reformasi, antara lain dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, serta bidang-bidang lainya. Sebuah reformasi harus memiliki tujuan dasar,
cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila
itulah yang
merupakan
paradigma Reformasi.
B.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN KAMPUS
Kampus
yang terdiri dari 2 elemen, tentunya memiliki jumlah kapasitas yang besar.
Maksudnya
adalah,
dalam kampus tidak hanya terdiri dari beberapa orang namun terdiri dari ratusan
bahkan
ribuan
orang. Tentunya setiap orang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Seperti
kita ketahui kita mengenal adanya 5 agama (kristen, katholik, islam, budha,
hindu). Sehingga perlulah pola/acuan berfikir untuk tidak melakukan sikap
diskriminatif terhadap agama yang satu dengan yang lain, kaum mayoritas dengan
kaum minoritas. Agar nilai-nilai agama yang kita punya tidak menimbulkan pelanggaran
melainkan contoh bagi orang lain. Sebagaimana yang terdapat pada sila ke-1
dalam pancasila. Selain itu, setiap mahasiswa juga berhak untuk mendapatkan
suatu prestasi ketika mahasiswa tersebut sudah melaksanakan kewajibannya (IPK).
Hal ini berkaitan dengan nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila ke-2,
dimana mahasiswa berhak mendapatkan haknya ketika kewajibannya sudah dilakukan.
Namun perlu juga kesesuaian antara kewajiban yang dilakukan dengan hak yang
diterima. Kemudian, dalam pergaulan kampus semakin sulit dibedakan antara
mahasiswa yang senior dengan yang junior karena ketika golongan tersebut
menyatu terkadang mempunyai sikap yang kurang sopan ketika berbicara &
berperilaku. Sehingga nilai moral yang ada tidak sesuai lagi dengan perilaku
yang sebagaimana mestinya. Banyaknya orang yang terdapat dalam kampus, juga
mempunyai berbagai keanekaragaman. Contohnya: suku, bahasa, dan budaya.
Keanekaragaman tersebut cenderung membuat kita terkadang malu atau bahkan tidak
mengakui. Sehingga terkadang timbulah suatu perpecahan antar mahasiswa, walaupun
tidak dalam skala yang besar. Paradigma yang seharusnya dilakukan adalah
menjadikan keanekaragaman ini sebagai landasan bahwa semua orang dapat menyatu,
menghargai, dan mengakui walaupun terdapat beberapa perbedaan dalam hal bahasa
dan budayanya. Paradigma tersebut telah tertanam dalam pancasila sila ke-3
sebagai nilai persatuan. Kemudian, kampus yang adalah sebagai wadah tentunya
tidak secara langsung berdiri sendiri. Pasti ada proses dan orang yang memegang
peranan dalam hal tersebut. Maka, antara pihak kampus dengan mahasiswa yang ada
didalamnya harus mempunyai sikap yang transparan dan bijaksana. Sehingga tidak
menimbulkan konflik antara kedua lapisan tersebut. Paradigmanya adalah agar
tercapainya suatu tujuan yaitu pendidikan yang bermutu dan berkualitas baik,
mempunyai makna bahwa pendidikan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk
mahasiswa seperti yang tertuang dalam pancasila sila ke-4 sebagai nilai
kerakyatan. Seiring dengan perkembangan jaman dimana terjadi perpindahan orde
dari orde lama ke orde baru, nilai-nilai pancasila pun semakin dilupakan.
Padahal dengan pancasila tersebutlah segala sesuatunya menjadi sangat berharga.
Pancasila yang terdapat dalam unsur ilmu pengetahuan berkaitan juga dengan
kehidupan kampus, karena kampus sendiri mempunyai tujuan yang berkaitan dalam
ilmu pengetahuan. Paradigma kehidupan yang terdapat dalam kampus adalah dimana
dalam setiap kehidupan sehari-harinya terdapat interaksi antara dosen dengan
mahasiswa . Sesuai dengan nilai keadilan yang terdapat dalam sila ke-5,
menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hubungannya
apa? Kampus sebagai wadah yang tepat dalam mendapatkan ilmu, menandakan bahwa
dosen adalah seorang pengajar dan mahasiswa adalah sebagai pelajar. Artinya,dosen
harus mensejahterakan mahasiswanya dengan menuangkan ilmu yang dia punya kepada
mahasiswanya tanpa harus melakukan perbedaan dalam mendapatkan ilmu agar
terciptanya suatu elemen mahasiswa yang pintar, radikal, dan berkompeten dalam
bidangnya. Jadi, pancasila sebagai landasan yang utama harus dijaga, dilakukan,
dan ditaati nilai-nilainya agar setiap nilainya tersebut dapat membawa bangsa
ini menjadi bangsa yang bermartabat dan sederajat dengan negara lainnya.
Komentar
Posting Komentar